"Air Mata Telaga" : Puisi Karya Ali Syamsudin Arsi
Ali Syamsudin Arsi - Foto Istimewa |
Air Mata Telaga
Karya : Ali Syamsudin Arsi
Aku tak mau kampung lahirku menjadi Air Mata Telaga
(walau kutahu gemuruh itu datang menutupi jalan-jalan sempit
dari ujung kampung ke ujung kampung,
yang sibuk berbenah adalah permukaan saja
Jangan tawarkan bukit-bukit itu kepada pada penyihir
Sebab sekejab saja bermekaran rumah-rumah kaca bertiang angkuh
Atas nama kemegahan, atas nama kesombongan,
biarkanlah harumnya daun-daun sop menjelajahi penciuman
di meja-meja makan, hidangan-hidangan sederhana
dari hamparan sawah ladang, antara pulau-pulau hunian
Aku ingin menyeru kampungku, "tubau, tubau ...
mainkan mamanda semalam suntuk, tampilkan kesedihanmu, kehilanganmu
Sementara di telaga padang gemuruh tarbang ampat
mengiringi juntaian wadai pada tali ayunan,
turunkan kaki di anak tangga batang-batang manisan
Aku renungkan irama shalawat, lalu terbayang bukit yang dibabat
Lapisan tanah yang di gulung, dilipat-lipat
Perampasan seperti ini menitikkan air mata
jangan, jangan ...
jangan sampai kampungku menjelma airmata telaga
Walau kupaham di barikin orang-orang berseru dengan cara yang lain
"ayo, kak sarbai, bertahan kita di garis palinh memilukan"
Sebab berapa luka yang menyeruak ketika gawi kita dicincang
karena bius kota yang menekan di permukaan
ayo, ayo kak sarbai, bertahanlah
Mainkan pantingmu berdenting-denting kepiluan, dan rentak babun itu
biarkan getaranya menyeruak daun-daun jendela, dunia dunia dunia
hanya sebiji debu, bentuk serta isinya:
menyingkirlah, wahai para penyihir!!!)
aku tak mau kampung lahirku
menjelma airmata telaga
Kalimantan Selatan, 2005