Telisik !!! Apa itu "Mamanda" Kesenian Teater Asli Kalimantan Selatan

Radigfaculture.online, Kalimantan Selatan - Mamanda merupakan salah satu kesenian (pertunjukan) daerah Kalimantan Selatan. Mamanda mulai dikenal pada awal abad kedua puluh dengan nama Badamuluk. Mamanda dimainkan dalam bentuk arena sentral, posisi para pemain saat berlakon berada di tengah-tengah penonton. 

Teater Tradisi Mamanda Kalimantan Selatan - Foto Istimewa 

Ada dua aliran yang dikenal pada mamanda, yaitu mamanda Batang Banyu dan Mamanda Tubau. Ciri-ciri mamanda dapat dilihat baik dari segi bahasa, simbol, humor, estetika, dan tipe cerita. Tahapan-tahapan mamanda meliputi lagu (lagu Banjar), ladon atau konon, perkenalan panganan dan pangiwa, sidang kerajaan, dan babujukan. 

Sejauh yang dapat dicatat, mamanda di Kalimantan Selatan sudah eksis sejak tahun lima puluhan hingga sekarang. Hal tersebut dapat diketahui baik dari munculnya beberapa nama seniman (pelakon) mamanda maupun munculnya beberapa teater, sanggar, atau group mamanda di Kalimantan Selatan.  Berikut penjelasan lebih rinci Teater Mamanda khas Kalimantan Selatan. 

Asal-Usul Mamanda

Mamanda merupakan salah satu kesenian (pertunjukan) daerah Kalimantan Selatan. Mamanda mulai dikenal pada awal abad kedua puluh dengan nama Badamuluk. 

Kata Badamuluk diambil berdasarkan cerita yang dipergunakan saat itu, berupa cerita yang berasal dari Syair Abdul Muluk. Ba-Abdul Muluk berarti melakonkan Abdul Muluk. 

Perkataan tersebut kemudian berubah menjadi Badamuluk. Nama Mamanda didasarkan atas kebiasaan raja memanggil Wazir atau Mangkubumi dengan perkataan “pamanda” atau “mamanda.” Akhirnya, perkataan tersebutlah yang dipergunakan sampai sekarang. 

Mamanda mengandung tiga unsur seni, yaitu gerak (lakon), nyanyi, dan tari. Gerak (lakon) dengan monolog dan dialog merupakan unsur utama yang membangun adanya mamanda keseluruhan. Nyanyi dan tari merupakan unsur pelengkap di samping lawak yang juga merupakan bagian dari mamanda.

Pertunjukan mamanda (biasanya) dilakukan pada malam hari misalnya untuk merayakan perkawinan, acara keramaian kampung, atau untuk hiburan biasa. 

Tempat pertunjukan berbentuk arena sentral, empat persegi panjang dengan perlengkapan yang sangat sederhana. Untuk penerangan, dipergunakan beberapa lampu stormking dan di tempat raja bersemayam diletakkan sebuah meja kayu. 

Sebagai musik penggiring di samping arena terdapat seperangkat peralatan orkes melayu, sebuah kendang yang dinamakan “babun” dan gong. Babun berfungsi sebagai genderang irama tertentu disertai pukulan gong, yang selalu diiringi dengan suara “gaduk.” 

Setiap pelaku yang keluar dari Kurung Sari selalu diiringi dengan suara gaduk. “Kurung Sari” adalah kamar ganti pakaian yang didirikan di samping arena, bertentangan dengan letak meja tempat raja bersemayam. 

Pelaku mamanda biasanya terdiri dari tiga golongan, yaitu raja beserta bawahannya, orang miskin, dan komplotan perampok. Pembagian ini memberikan gambaran tiga lapisan masyarakat, yaitu kaum bangsawan, rakyat jelata, dan para penjahat yang biasa melakukan kekacauan.

Cerita mamanda berkisar pada sebuah kerajaan yang digambarkan sebagai negara kaya raya tidak kurang suatu apa jua pun, dan tak terkalahkan, berkat pimpinan rajanya yang bijaksana. Setiap perkataan bawahan selalu berisi sanjung puji terhadap raja. Walaupun demikian, masih ada golongan rakyat jelata yang hidupnya selalu kekurangan, tetapi tabah dan bersifat jujur. Di samping itu, ada lagi satu golongan pengacau negara dalam bentuk komplotan perampok. Gerombolan inilah yang menyerang kerajaan. Pada akhirnya si miskin datang membela negara dari kekuasaan perampok, dengan ketangkasan dan keberaniaanya berhasil menyelamatkan negara. Untuk jasanya itu, dia dikaruniai harta, pangkat, atau dikawinkan dengan putri raja. 

Mamanda dimainkan dalam bentuk arena sentral, posisi para pemain saat berlakon berada di tengah-tengah penonton. Lakon yang dibawakan diambil berdasarkan cerita rakyat, hikayat, sejarah, bahkan juga cerita kekinian (karangan baru). 

Mamanda di dalam perkembangannya mengalami berbagai proses sampai akhirnya menumbuhkan aliran baru. Ada dua aliran yang dikenal pada mamanda, yaitu mamanda Batang Banyu dan Mamanda Tubau. Mamanda Batang Banyu yang berasal dari daerah Margasari sering pula disebut Mamanda Periuk. 

Mamanda Tubau merupakan perkembangan baru dari seni mamanda yang pengaruhnya cukup kuat dan terkenal di daerah asalnya yaitu Desa Tubau Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Mamanda Tubau dewasa ini berkembang dengan pesat di seluruh pelosok Kalimantan Selatan, tetapi tidak lagi disebut dengan istilah Mamanda Tubau. Strukturnya menganut suatu sistem yang sudah dibakukan, yaitu dimulai dengan ladon atau kanon, siding kerajaan, kemudian cerita. 

Ciri-Ciri Mamanda

Ciri-ciri mamanda dapat dilihat baik dari segi bahasa, simbol, humor, estetika, maupun tipe cerita. Dari segi bahasa, pada umumnya bahasa yang digunakan pada mamanda yaitu bahasa Melayu Banjar. 

Dengan menggunakan bahasa Banjar, pelakon mamanda lebih mudah berkomunikasi, baik kepada sesama pelakon maupun penonton. Pelakon juga akan lebih mudah memahami dan mengungkapkan humor serta unsur-unsur budaya dalam kisahan mamanda yang disuguhkan kepada penonton.

Seiring dengan perkembangan zaman, pelakon mamanda juga menyadari bahwa penonton mamanda tidak hanya terdiri dari masyakarat Banjar, tetapi juga berasal dari masyarakat lain yang ada di Kalimantan Selatan khususnya, seperti masyarakat dari Jawa, Sunda, Madura, Bugis, Batak, serta Minang. 

Pementasan Teater Tradisi Mamanda Kalimantan Selatan - Foto Istimewa 

Untuk itu, bahasa memanda tidak hanya bahasa Melayu Banjar, tetapi juga mengalami perkembangan. Bahasa mamanda juga menggunakan bahasa Indonesia dengan logat Banjar atau menggunakan bahasa Banjar dengan campuran bahasa Indonesia. Pada dialog tertentu pelakon mamanda kadang-kadang melakukan alih kode atau berganti bahasa dari (kalimat-kalimat) bahasa Banjar ke bahasa etnik tertentu. 

Alih kode tersebut digunakan selain memudahkan dalam berkomunikasi juga sebagai penghormatan kepada penonton yang bukan berasal dari Banjar agar ikut memahami kisahan mamanda.

Dilihat dari segi simbol, mamanda sebagai sebuah bentuk kesenian rakyat tidak hanya menyajikan ekspresi yang bersifat permainan, tetapi juga menghantar simbol-simbol kehidupan manusia dalam simulasi makhluk berbudaya. 

Dalam permainan mamanda telah direkontruksi rasa dan idealisme yang berisi wawasan batin dan wawasan perilaku orang perorang, baik sebagai rakyat biasa maupun sebagai kelompok penguasa. 

Simbol-simbol yang tersaji dalam mamanda memberikan rangsangan terhadap pengalaman imajinatif terhadap kisah-kisah yang disajikan. Beberapa simbolisme mamanda selalu dikaitkan dengan komunikasi budaya. 

Kuatnya tradisi tersebut dapat dilihat dari struktur pargelaran dari babakan ladon, gambaran kerajaan (masuknya pengawal), memuja-muja kerajaan, sidang kerajaan, konflik, klimaks, dan babujukan (selesaian).

Dilihat dari segi humor, dalam mamanda pada fase-fase awal lahirnya mamanda, unsur yang berisi nilai humor (lucu) hanya dilakonkan oleh Hadam dan Inang. 

Dua pelakon tersebut berperan sebagai pesuruh istana sekaligus pengasuh anak raja. Pelakon lain tidak diperkenankan bersikap lucu, sebab mereka tetap harus memelihara fungsinya sebagai staf kerajaan. Lebih-lebih pada struktur mamanda yang bersifat tradisi, alur cerita yang mencekam harus tetap dipertahankan. Oleh karena itu, unsur-unsur yang dapat menimbulkan gelak tawa orang hanya dilakukan oleh Hadam dan Inang.

Meskipun demikian, modus kisahan semacam itu lama kelamaan semakin tersisih dengan hiburan lain (kesenian modern) yang lebih mampu menciptakan keterhiburan bagi masyarakat (penonton). 

Oleh karena itu, kondisi semacam itu membuat pelakon memanda melakukan perubahan dengan (mencoba) menggarap kisahan yang berisi humor, termasuk memasukkan lagu-lagu dangdut (terutama) di sela-sela pertunjukan mamanda. Modus semacam itu ternyata (cukup) menambatkan kembali emosi penonton terhadap pertunjukan mamanda.

Humor pada mamanda tersebut misalnya humor yang berkenaan dengan bahasa, tingkah laku, dan pergunjingan. Humor bahasa yaitu kelucuan-kelucuan yang disebabkan oleh penuturan kalimat-kalimat atau ungkapan-ungkapan bahasa yang dilakukan oleh pelakon mamanda. Humor tingkah laku yaitu perilaku atau sikap pelakon mamanda yang sengaja dibuat-buat untuk menimbulkan kelucuan. Humor pergunjingan yaitu humor yang dalambahasa Banjar disebut dengan istilah bahuhulutan (saling mengejek), dalam mamanda bahannya yang paling banyak diambil sebagai inspirasi humor adalah ciri pribadi atau predikat yang dimiliki oleh seseorang (termasuk pelakon) seperti bertubuh besar, bertubuh pendek, kerdil, atau kurus tinggi.

Dilihat dari segi estetika, mamanda adalah sebuah model interaksi manusia dengan segala kedudukan dan fungsinya serta dikemas dalam ekspresi gerak tari, lagu dan tetabuhan, simbol yang disimbiosekan dengan nilai kearifan lokal (kultur Banjar).

Adapun Estetika lain dari gambaran mamanda adalah struktur yang bergerak mengikuti alur cerita yang bermula dari ladon, sidang kerajaan, jalan cerita, dan babujukan (antiklimaks). Struktur tersebut mengarah pada model tatanan bermasyarakat dalam hidup bernegara (berkerajaan) serta ideasi citra kepemimpinan oleh penguasa. Ada dua hal yang perlu dikedepankan dalam hukum pertunjukan mamanda, yaitu sidang kerajaan dan alur cerita yang kebiasaan selalu happy ending.

Kemudian dilihat dari segi tipe cerita, sumber cerita pada mamanda cukup banyak yang bersumber dari cerita seperti kisah seribu satu malam, cerita rakyat, syair, dan hikayat yang dipandang memiliki etika yang dapat diambil sebagai inspirasi untuk menata perilaku masyarakat. Selain itu bisa pula cerita bersumber dari kehidupan, karena mamanda dalam ceritanya merupakan aktivitas kebudayaan rakyat yang mereflesikan kehidupan sehari-hari, baik yang berkenaan dengan sejarah, romantis, kritik sosial, maupun yang bersifat penerangan (pesan-pesan pembangunan).

(Sumber : Lentera Jurnal Ilmiah Kependidikan Volume 11 No. 2 Tahun 2016)
Budaya Dunia Budaya Nusantara Kalimantan Selatan Kebudayaan&wisata Teater Mamanda
Gabung dalam percakapan
Posting Komentar